MERASA BISA ATAU BISA MERASA

Selasa, 31 Januari 2012

Merasa bisa atau bisa merasa adalah dua kalimat yang tersusun  dari dua kata yang sama persis yaitu bisa dan merasa, tetapi dalam penerapannya jelas-jelas mempunyai makana yang sangat berbeda sekali. 
Merasa biasa, kata ini dapat brmakana kalau kita adalah orang yang serba bisa, ataupun yang sok tau dan ini jelas menjurus pada sifat manusia yaitu sombong dan angkuh serta tidak mau melihat kanan kiri kita siapa, akibat dari hal ini yang paling jelas adalah kiata akan dimusuhi oleh orang lain di sekitar kita baik itu sahabat, teman, handai tolan dan yang paling parah dalah keluaraga kita.
Bisa merasa, nah untuk kata yang satu ini adalah kebalikan dari kata di atas yaitu, merasa bisa. Makna dari kata bisa merasa berarti kita mau mengakui kekurangan diri kita sendiri tanpa mengingkari kekurangan kita tersebut. Akibat karena kita bisa merasa kita akan mempunyai banyak sahabat, teman, saudara dan handai tolan.
Sebagai manusia kita pasti mempunyai sifat yang baik dan jelek yaitu MERASA BISA ATAU BISA  MERASA, dan sebagai manusia hidup di dunia ini adal suatu pilihan, sekarang tergantung denagn anda mau memilih merasa bisa atau bisa merasa?
Semua kembali kepada kita masing - masing, kita yang memilih tentu kita juga yang akan mempertanggungjawabkan masing....
Sekian tulisan yang saya tulis untuk saat ini semoga dapat menjadi sebuah renungan untuk kita semua .

SALAM SUKSES UNTUK KITA SEMUA........


[+/-] Selengkapnya...

NASIRUN

Minggu, 08 Januari 2012

Swargaloka Nasirun

Nasirun
Ia merasa bahwa rumah ibarat “mal” untuk dirinya. Segala hal yang diinginkan dan dicintainya ada di dalamnya. Sementara ia merasa tak butuh ponsel untuk berkomunikasi secara intensif. Toh rumahnya sudah terbuka untuk semua orang yang datang padanya. Justru  “langgar” yang sangat penting untuknya.  Ibarat sebuah ponsel yang menghubungkan dirinya dengan Tuhannya.
Nasirun, ah Nasirun… Tak ada yang bisa mengubah penampilan kesehariannya kecuali dirinya sendiri.Bahkan waktu puluhan tahun menimang gelimang kesuksesan material yang diperoleh dari karya-karya lukisannya, tak juga mempengaruhi gaya kesenimanannya.  Pemenang Philip Morris Award 1997 lebih nyaman dengan penampilan khasnya:  kaus T, celana pendek belel, dan sandal jepit. Janggutnya dipelintir rambut tebal bergelombangnya dibiarkan terurai, atau sesekali dikuncir. Suara tawanya masih tetap menggelegar. Ia juga tak pernah menginjakkan kakinya di mal dan bersikeras tak mau memiliki ponsel.
‘Mal” baginya barangkali berada di dalam rumahnya sendiri. Di kawasan Bayeman, Yogyakarta, seniman eksentrik yang karyanya digemari banyak kolektor asal Eropa dan Jepang ini membangun “surganya” sendiri. Apabila ditilik dari tampak depan, tak ada yang istimewa dari rumahnya yang bergaya tahun 90-an dan terletak di sebuah perumahan. Namun ketika sudah memasukinya, bersiaplah mendapati banyak “labirin” taman-taman yang membuat Anda enggan meninggalkannya.
Nasirun Lansekap alam terbentang begitu rupa ketika pintu belakang rumah utama terbuka. Kolam ikan koi berbentuk bunga dengan kelopak-kelopak yang terbuka menjadi pemandangan pertama. Sejurus mata memandang hamparan hijau terbentang.  Sebuah meja kayu panjang terletak di ujung kolam. Di sinilah ia sering menghabiskan waktunya bersama tamu-tamunya, menggali inspirasi, sambil mengamati perilaku ikan koi ketika mengambil makanan yang sengaja diletakkan di ceruk-ceruk yang sesekali tersapu air. Untuk mengambilnya, ikan-ikan itu berlompatan ke ceruk, seperti perilaku singa laut – sebuah suasana yang sangat dinikmatinya.
Dari tempat ini, ia juga bisa memandang koleksi tanaman-tanaman langka. Di kebunnya, tanaman itu terlihat tumbuh subur, rimbun, banyak pucuk-pucuk hijau baru saja dilahirkan, seolah cocok dengan wilayah dan iklimnya. Padahal tidak demikian. Misalnya saja Pandan Pantai yang seharusnya hidup di tanah berawa bisa berdampingan mesra dengan pohon Maja yang ketika itu berbuah lebat. Beberapa tanaman langka yang ada dalam koleksinya antara lain Palem Jenggot (Coccothrix crinita), palem Karyota (caryota), Zamia cycas Crystata, Jambu Brazil (Brazilian Guava), Encephalartos dioon, palem air mancur, pakis hutan, dan palem anggur. Jelas bukan pilihan yang biasa-biasa saja.
Ada jalan setapak yang dibuat dari batu-batuan gunung menuju kolam renang anak-anak bernuansa tropis yang mengingatkan pada gaya kolam renang di spa-spa di Bali. Di dekatnya sebuah patung perempuan membawa kendi diletakkan. Pada lantai kolam renang terlihat ornamen perpaduan antara wajah perempuan dan kaki gurita yang memberikan kesan ketenangan. Pengalaman ini hanyalah sepenggal dari “labirin” rumah dan kebun Nasirun seluas 2500m2.
Terasa benar bagaimana kediamannya mencerminkan karakter diri dan karyanya. Ketika ia bicara soal tanaman, ini seperti menggali kesadaran tentang tradisi menanam yang ingin dibangkitkan kembali. Ujarnya, “Saya punya konsep bahwa kita seharusnya berterima kasih berlipat kepada pertiwi. Hal itulah yang menumbuhkan kesadaran untuk menanam atau kesadaran berkebun. Saya pikir kalau manusia banyak bersedekah dengan bumi, saya percaya kecemburuan sosial itu tak pernah ada. Berbagai konflik itu terjadi karena umat manusia tidak peduli dengan alam,” katanya dengan gayanya yang khas.
“Banyak jalan yang ditempuh oleh orang-orang kreatif. Saya ternyata memiliki klangenan untuk kembali ke kultur agraris,” ia berucap. Kebun yang luas adalah bagian dari meluapkan kerinduannya pada kultur agraris di mana ia bisa bermain-main pada cahaya bulan saat purnama penuh. Sebuah masa di mana pada masa lalu dijadikan sebuah peristiwa yang menyenangkan. Semua berkumpul di halaman. Bernyanyi. Bersenang-senang. “Kini saya sadar betapa taman (kebun) sangat penting. Ia menjadi jembatan antara kecintaan alam dan manusia,” ujarnya.
NasirunLanggar kayu jati yang berusia ratusan tahun dan sengaja dibawa dari Madura adalah bagian rumah lain yang disukainya. “Nasib langgar sangat ironis. Kita punya langgam tempat peribadatan yang sangat Indonesia tapi sekarang terpinggirkan. Sedihnya yang meminggirkan ya, orang kita sendiri.” Sengaja ia letakkan langgar di tamannya sebagai pembeda antara spiritualitas dan peradaban, atau dalam istilah Nasirun, untuk membedakan antara langgar dan almari es. Begitulah ia selalu punya cerita di balik setiap barang yang dimiliki.
Kecintaan pada wayang – seperti terlukis dalam karya-karyanya – dirumahkan di sebuah ruangan yang berbeda. Anggap saja museum wayang karena di dalamnya penuh dengan wayang-wayang dari berbagai daerah. “Saya ingin mendekatkan anak pada tradisi. Anak bisa bermain dan belajar di situ. Mencintai kesenian tidak dengan kata-kata, tapi dengan memberi contoh dan memberikan fasilitas untuk anak-anak supaya mereka lebih mengenal tradisinya.”
Bila malam tiba, ia menikmati suasana “hutan palem” dari jendela lantai dua museum wayangnya. Pemandangan yang menakjubkan dari gerakan lembut dedaunan, merasakan hembusan angin, bintang di kejauhan, dan perbincangan dalam diam. Gelap, sekaligus mistik. Ia sangat menikmatinya. Bila ia tak pernah mau melukiskan keajaiban suasana yang menakjubkan ini dalam kanvasnya, barangkali ia memang mau menyimpannya sendiri. Sebagai sebuah zen yang terus menggerakkan imajinasi.
Maka kini semakin dipahami. Bila karya-karyanya sarat dengan tafsir ulang tradisi, hal itu tidak berlebihan mengingat di rumahnya yang sangat luas itu ia memelihara tradisi yang kian langka. Bila ia dikenal sebagai pelukis yang selalu dikaitkan dengan masalah sosial politik yang aktual dengan sentuhan humor dan ironi kental, itu karena Nasirun memiliki sebuah tempat untuk berdialog dengan dirinya sendiri. Rumah Nasirun, swargaloka dirinya, tubuhnya, inspirasinya, dan disinilah salah satu sejarah perjalanan seni Indonesia ditancapkan. (Rustika Herlambang)
Fotografer: Rikki Zoel
aku dan nasirun
Aku di depan lukisan karya Nasirun, Bidadari Kehilangan Tawa

Bidadari tidak kehilangan tawa, Nasirun…

Ciputra world suatu malam memberikan banyak kenangan. Deretan karya-karya indah memberikan banyak energi pada diriku. Salah satu yang kukenang adalah karya Nasirun. Entah mengapa, karya seniman yang satu ini selalu mengigit emosi. Karya itu berjudul Bidadari Kehilangan Tawa. Bagiku, bidadari (dalam hal ini kuintepretasi sebagai sebuah ibu seni), ia tidak akan berhenti tertawa bahagia melihat anak-anaknya kian berkembang pesat belakangan ini. Lihatlah betapa banyak karya-karya indah dihasilkan di negeri ini. Semoga dengan melihat beragam karya indah seniman negeri ini Bidadarimu bisa tersenyum kembali…
Salam!

sumber : http://rustikaherlambang.wordpress.com/2009/11/22/nasirun/

[+/-] Selengkapnya...